Branda

Kematian merupakan Konstanta Universal



Kematian, kata yang bagi kebanyakan orang merupakan hal tabu untuk dibicarakan. Hal yang mungkin akan terus menjadi salah satu misteri terbesar umat manusia. Kematian, selalu ada nuansa sunyi ketika mendengarnya. Kematian, salah satu momok paling menakutkan. Kematian, satu-satu hal pasti di muka bumi ini. 

Terdengar aneh, pesimis, dan mungkin akan ada orang yang menganggapku sebagai penganut Nihilisme. Tapi, kita sepakat, kematian pasti akan datang kepada setiap makhluk hidup. Benarkan?


Mark Manson dalam bukunya menyebut ini sebagai kebenaran yang menggelisahkan, (Ya … meskipun sebenarnya dia mengacu pada kebahagian dan harapan. Oh … iya, kata konstanta universal juga aku dapat dari bukunya. Hehe …)


Beberapa hari ini entah kenapa aku tidak terlalu bersemangat dalam melakukan rutinitasku. Bekerja, olahraga, membaca dan menulis, bahkan sampai beribadah pun aku tidak melakukannya dengan maksimal. Dalam hal ini, aku bahkan mulai bertanya-tanya, "Apakah yang kulakukan selama ini sudah benar?" dan "Apakah tujuan yang ingin aku capai benar-benar sesuai keinginanku?" 


"Apakah mungkin ini yang orang-orang sebut sebagai Quarter life crisis?" Apapun itu, intinya, aku berangsur-angsur kehilangan semangat dalam menggapai tujuanku.


Beberapa hari ini juga aku mulai banyak mendengarkan Podcast, menonton Youtube, dan mulai kembali membaca buku yang telah aku selesaikan. Aku ingin mendapatkan kembali semangatku, tapi video motivasi tidak membantu, jujur saja. Aku bahkan mulai menghindarinya. Kenapa? Tentu, karena itu bisa bersifat adiktif.


Akhirnya, aku mulai terpikirkan beberapa hal seperti, "Aku ingin mati seperti apa?" atau "aku ingin meninggalkan apa untuk orang-orang di sekitarku nanti?" Pertanyaan-pertanyaan ini mungkin terdengar ekstrem, tapi inilah yang  membuatku sangat gelisah. Aku jadi penasaran, sebenarnya seberapa lama kita bisa terus hidup? Berapa lama lagi waktu yang aku miliki? dan adakah rumus matematika untuk dapat menghitung itu semua?


Manusia bukanlah Tuhan. Jadi, aku tahu bahwa rumus seperti itu tidak ada, kalaupun ada, maka aku akan menganggapnya hanya omong kosong belaka. Meskipun rumus seperti itu tidak ada, tapi aku menemukan beberapa hal menarik yang membuatku sangat terkejut sekaligus tertekan.


Dalam Podcastnya di Noice, Deddy Corbuzier mengatakan bahwa kita sebenarnya hanya memiliki 4 jam dalam sehari, bukannya 24 jam. Mengejutkan bukan? Tapi, coba kita pelajari lebih lanjut.


Di sini, Om Deddy mengilustrasikan bahwa dalam sehari ada 24 jam. Sedangkan kita tidur sekitar 10 jam, kerja 8 jam, dan perjalanan pulang pergi sekitar 1.5 jam. Jadi, tinggal tersisa 4.5 jam. Nah, kita ambilnya yang 4 jam. 4 jam inilah yang benar-benar kita miliki, di 4 jam inilah kita benar-benar memiliki kebebasan. Tentunya setiap orang berbeda-beda, bisa jadi lebih ataupun kurang. Intinya, bagaimana cara kita menggunakan waktu yang sangat terbatas ini. Kenyataan inilah yang terasa menampar.


Otakku mulai berputar tak karuan. Coba bayangkan saja, rata-rata umur orang indonesia adalah sekitar 78 tahun dan kita genapkan aja menjadi 80 tahun. Dalam setahun kan ada 365 hari. Jadi, 80 tahun tuh terdiri dari 29.200 hari. Kita kalikan, 4x29.200 = 116.800


Dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa waktu kita hidup "yang sebenarnya" Yang benar-benar kita memiliki kebebasan di dalamnya hanya sekitar 13 tahunan. Hehe … inilah hal yang amat membuatku terkejut.


Aku jadi bertanya-tanya, "Sudah berapa jam waktu yang telah aku habiskan sampai sekarang?" dan "Berapa jam yang tersisa dalam hidupku ini?"


Semoga ada manfaat dari kegelisahanku ini, ya. Ok, begitu saja. Aku pamit dulu dikarenakan sekarang adalah 4 jam milikku.

samagusar

Bukan siapa-siapa, hanya manusia biasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar