Branda

Diam

 


Apa itu kebenaran? Apa itu kebodohan?

Aku akan menunjukkan artinya kepadamu


Sejak kecil aku adalah murid yang teladan

Tanpa disadari aku telah menjadi dewasa

Rangkaian pemikiran yang seperti pisau

Aku memiliki hal semacam itu tanpa alasan


Tapi aku belum cukup senang, ada yang kurang

Masalah yang kuhadapi pastilah salah seseorang

Setiap hari aku bingung dan kehilangan arah


Begitu rupanya

Mengetahui tren terbaru adalah hal mendasar

Melihat tren perekonomian saat pergi bekerja

Bekerja di perusahaan dengan jiwa yang naif

Itu adalah aturan mendasar bagi para pekerja


Hah? Berisik, berisik, berisik sekali

Aku lebih waras daripada yang kau kira

Dirimu yang sepenuhnya normal pasti tak dapat memahamiku, iya kan?

Ah, cocok sekali denganmu, melodi yang tidak baik ataupun buruk itu

Berisik, berisik, berisik sekali

Pemikiranmu yang berbeda itu sama sekali bukan masalah


Ini adalah penggalan lirik terjemahan dari Lagu Usseewa yang dinyanyikan oleh Ado, Penyanyi asal Jepang.


Seperti yang tertuang dalam lagunya itu, aku merasa kita sudah terlalu banyak bicara dan bahkan cenderung menghakimi. Mungkin sekarang saatnya kita berhenti, diam dan mulai belajar mendengarkan. 


Sudah hampir enam bulan ini aku rutin berolahraga, lima hari dalam seminggu. Ini bisa dihitung sebagai pamer atau flexing, terserah. Di abad ke-21 ini, di mana Sosmed merajalela orang-orang tampaknya sangat sensitif, ditambah dengan adanya pandemi, situasi semakin tidak pasti, kegiatan dibatasi, hidup terkekang oleh empat tembok putih dan cahaya redup yang disertai bunyi bip dari token listrik.


Yang mengherankan adalah kenapa orang-orang malah semakin berisik? Lihatlah media sosial yang dipenuhi hujatan, berita-berita gosip beterbangan bagaikan debu di Ibu Kota Jakarta. Tidak bisakah kita diam, cermati, baru melakukan reaksi. Terlalu banyak bicara terkadang memuakkan.


Lidah manusia adalah hewan buas yang sulit dijinakan, hanya sedikit orang yang mampu mengontrolnya. Ucapan terkadang bisa membahayakan, ia seperti peluru yang melesat, yang begitu pelatuknya ditekan, maka tak akan pernah dapat ditarik kembali. Jadi, berhati-hatilah.


Pada tahun 1825, seorang Kaisar baru menaiki Tahkta, ia dikenal dengan nama Nicholas I. Satu pemberontakan langsung pecah yang dipimpin oleh pengikut liberal yang menuntut moderenisasi Negara itu, dengan harapan dapat mengejar ketinggalan dari Negara-negara di Eropa. Singkat cerita, pemberontakan ini berhasil dihancurkan dengan kejam.


Nicholas I memutuskan hukuman mati kepada salah satu pemimpinnya yang bernama Kondraty Ryleyev. Pada hari penghukumannya, Ryleyev berdiri di tiang gantungan dengan jerat di lehernya, pintu perangkap terbuka, tetapi ketika Ryleyev menggantung, tali itu putus sehingga ia terjatuh ke tanah.


Pada saat itu, peristiwa semacam ini masih dianggap tanda-tanda pemeliharaan Tuhan dan Kehendak Surgawi. Jadi, seseorang yang selamat dengan cara ini biasanya diampuni. Di saat Ryleyev berdiri dengan tubuh memar dan badannya yang kotor, saat itu ia percaya bahwa ia telah selamat. Kemudian Ryleyev berseru kepada gerombolan masa, "Kalian lihat, di Rusia tidak ada yang tahu cara melakukan sesuatu dengan benar, bahkan untuk membuat tali sekalipun."


Seorang Kurir langsung bergegas menuju Istana Musim Dingin sambil membawa pesan gagalnya hukuman gantung tersebut. Meskipun kesal, Nicholas I tetap menandatangani surat pengampunan itu, tetapi kemudian ia berhenti dan bertanya kepada si Kurir, "Apakah Ryleyev mengatakan sesuatu setelah mukjizat ini terjadi?"


"Tuan …," jawab si Kurir, "Ryleyev mengatakan bahwa di Rusia tidak ada yang tahu cara melakukan sesuatu dengan benar, bahkan untuk membuat tali sekalipun."


"Kalau begitu …," sahut Kaisar, "kita akan membuktikan yang sebaliknya." Sang Kaisar langsung merobek-robek surat pengampunannya itu.


Keesokan paginya Ryleyev kembali dihukum gantung dan kali ini, tentunya tali itu tidak akan pernah putus.


Meskipun contoh di atas sangat ekstrem dan mungkin sulit untuk dapat kita bayangkan, tetapi intinya, kita harus berhati-hati dalam berucap. Menghakimi dan melakukan sarkas memang memberikan kesenangan sesaat, tapi bila dilakukan dengan serampangan justru akan mendatangkan malapetaka kepada kita, mungkin. Aku tahu kita harus berani berbicara, namun harus dilakukan dengan cermat dan penuh pertimbangan.


Kata-kata seorang hamba yang tidak patuh seringkali memiliki kenangan yang lebih dalam daripada perbuatan buruk. Almarhum Earl Of Essex memberitahu Ratu Elizabeth bahwa kondisinya seburuk mayatnya. Perkataannya itu membuatnya dipenggal padahal pemberontakannya tidak sampai membuat ia dipenggal. (Sir Walter Raleigh, 1554-1618)


Yah … begitulah aku hanya ingin bercerita saja kali ini. Oh, iya … Jujur saja, aku merasa dunia ini sudah terlalu berisik, hehe ….


Ok, terima kasih!



Sumber : Buku 48 Laws Of Power


samagusar

Bukan siapa-siapa, hanya manusia biasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar