Branda

Kebaikan yang membabi buta



Sebutir Kacang dan Menara Bel

Sebutir kacang mendapati dirinya sedang dibawa oleh seekor gagak ke puncak menara bel tinggi dan dengan menjatuhkan diri ke sebuah ceruk dia dapat terlepas dari nasib naasnya itu. Kemudian si kacang meminta si dinding untuk menolongnya dengan cara memohon kemurahan hatinya, memuji tingginya, dan nada mulia dari bel-belnya.

"Aduh …, " seru si kacang, "karena aku tidak bisa jatuh di bawah dahan-dahan kehijauan, Ayahku yang sudah tua dan berbaring di tanah kosong yang ditutupi dedaunannya yang berguguran, setidaknya janganlah telantarkan aku. Ketika aku mendapati diriku di paruh si gagak yang kejam, aku bersumpah, jika aku bisa lolos maka aku akan mengakhiri hidupku di sebuah lubang kecil." 

Mendengar kata-katanya itu, si dinding yang tergugah hatinya merasa puas telah menyelamatkannya. 

Dan dalam waktu singkat, si kacang merekah, akar-akarnya menjalar ke sela-sela bebatuan dan mulai mendorongnya. Tunasnya tumbuh ke arah langit, tunas-tunas itu tumbuh melebihi tinggi bangunan tersebut dan saat akar-akarnya yang meliuk-liuk tumbuh semakin tebal, mereka mulai mendorong dinding dan membuat bebatuan kuno itu bergeser dari tempat lamanya. Kemudian si dinding, meskipun terlambat dan tak berguna, ia meratapi penyebab kerusakannya dan tak lama setelahnya, dinding itu pun hancur tak tersisa. (Leonardo Da Vinci 1452-1519 Masehi) 

Di dalam sebuah cerita kita pasti akan disuguhi konflik di dalamnya, biasanya berkutat di antara pergulatan kebaikan dan keburukan, kebenaran dan kejahatan, protagonis dan antagonis. Hampir semua atau rata-rata kisah memanglah seperti itu, baik di novel, film, dan di kehidupan itu sendiri.

Dan bila boleh sombong maka kita akan mengambil sikap, memutuskan bahwa kita ingin menjadi seorang protagonis yang selalu bersikap baik dan berjalan di jalan kebenaran. Tetapi, ada dua hal yang harus digaris bawahi di sini. Pertama, apakah selalu bersikap baik itu benar terlepas dari apapun situasinya? Dan kedua, apakah benar kalau kita menegakan kebenaran di segala kondisi itu merupakan kebaikan? 

Kalau menyangkut poin yang kedua aku belum begitu mengerti, tetapi apabila menyangkut poin pertama aku bisa mengatakan bahwa jawabannya adalah tidak. Kita tidak bisa selalu dan tidak harus bersikap baik di segala kondisi.

Di beberapa kasus, aku bahkan sepakat dengan orang yang mengatakan bahwa kebaikan tanpa ilmu dan kekuatan itu merupakan kejahatan.

Apabila kisah di atas dirasa terlalu aneh dan sulit dipahami, maka contoh yang lebih sederhana ini mungkin akan lebih mudah diterima. Sama seperti apa yang dikatakan oleh Morgan Housel dalam bukunya yang berjudul Psychology of Money. Contoh sederhana membuat kita mudah meniru atau mempraktekannya dibandingkan contoh ekstrem atau luar biasa. 

Belum lama ini aku pulang ke kampung halamanku dalam rangka menjelang akhir tahun. Lima hari di sana terasa lebih nyaman dibandingkan tempat liburan manapun bahkan kota tempatku tinggal tidak ada apa-apanya. Udara sejuk 18 derajat celcius serasa berkah dari surga, beda sekali dengan udara di perkotaan yang tercemar dan panas itu.

Keluarga kami memiliki seekor anjir berwarna coklat dengan telinganya yang terkulai ke bawah. Tingginya sekitar 30-40 cm, cukup besar dan sedikit garang. Salah satu alasan kecilku bersemangat pulang adalah karenanya. Namun, begitu sampai di rumah seekor kucing telah menggantikan si Acep. Acep adalah nama anjing yang kubicarakan, nama ini diberikan oleh adikku yang baru berusia 5 tahun. Nah, mengenai kenapa si Acep bisa tergantikan akan kuceritakan di lain waktu.

Singkat cerita, kucing baru di keluarga kami diberi nama si meng-meng, lagi-lagi adikku yang masih lugu memberikan nama yang cukup lucu yang mungkin sering dia dengar ketika seseorang memanggil kucing. Ternyata si meng-meng merupakan kucing ketiga yang diurus oleh keluargaku, kucing yang pertama mati dikarenakan jatuh ke dalam sumur, sedangkan kucing yang kedua mati dikarenakan adikku yang masih kecil itu membungkusnya dengan selimut tebal kemudian dimasukkan ke dalam kamar seharian. Dia merasa kasihan, mungkin dikiranya kucing itu kedinginan dan seperti yang bisa kalian tebak, malamnya Ibuku menemukan kucing itu dalam keadaan mati.

Aku tidak melarang siapapun untuk berbuat baik. Sebagai manusia kita justru harus berbuat baik dan berusaha bermanfaat bagi banyak orang. Dalam konteks ini aku hanya ingin menegaskan bahwa kebaikan pun terkadang harus selektif dan kebaikan tanpa ilmu itu sama dengan kejahatan.

Okay, terima kasih! 

Sampai jumpa di lain waktu!


samagusar

Bukan siapa-siapa, hanya manusia biasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar