Branda

Rasa Takut



Seberapa sering kalian joging di pagi hari, atau bersepeda secara teratur, atau mungkin lari sejauh 2,4 km ketika iseng ingin mengukur daya tahan jantung dan paru-paru. Seberapa cepat kalian mampu menempuh jarak 2,4 km tersebut. 8 menit, 10 menit, 15 menit, atau jauh lebih lama lagi. Begini, pertanyaannya sekarang adalah akan seberapa cepat kalian berlari bila ketika dikejar anjing. Aku yakin lebih cepat daripada biasanya, kan. Kalian tiba-tiba saja bisa berlari kencang menyamai para atlet yang telah berlatih selama bertahun-tahun.

Pernah ada suatu momen memalukan dan menakutkan di hidupku. Saat itu aku masih di sekolah menengah dan kala itu ada tes renang untuk kenaikan kelas. Aku tidak bisa berenang, tetapi dikarenakan tuntutan nilai, mau tak mau aku pun memberanikan diri terjun ke kolam dangkal nan mematikan itu. Dan seperti yang sudah bisa kalian tebak, di tengah perjalanan aku kehabisan nafas dan tenggelam saat itu juga dan bukannya membantu, kebanyakan orang malah menertawakanku. Peristiwa Inilah yang menjadi alasan terbesarku ingin bisa berenang. Sejak saat itu pula aku mulai rutin belajar berenang seminggu sekali di hari sabtu bersama temanku. Setelah tiga bulan, aku mulai tidak takut berada di kolam yang dalam. Tiga bulan selanjutnya akhirnya aku sanggup berenang sejauh 25 meter. Meskipun tidak ahli, tetapi sekarang aku tidak takut lagi bila diharuskan berenang.

Jadi, yang ingin aku sampaikan adalah bahwa terkadang rasa takut itu bisa menjadi bahan bakar dan motivasi yang bertahan lama, tentunya dengan kadar yang pas. Seperti ceritaku tadi, dikarenakan takut ditertawakan seumur hidup, akhirnya aku pun memutuskan untuk belajar berenang dan percayalah, rasanya menyegarkan Ketika kita bisa mengatasi rasa takut tersebut.

Ketakutan dapat muncul dari berbagai sumber, seperti ketakutan akan kegagalan, ketakutan akan kritik, atau ketakutan akan sesuatu yang tidak dikenal. Namun, ketakutan juga dapat muncul dari ambisi dan harapan kita. Rasa takut akan kegagalan, misalnya, dapat memotivasi kita untuk bekerja lebih keras dan lebih baik dalam mencapai tujuan kita.

Selain dari harapan, rasa takut juga mampu menggerakan manusia. Harapan menggerakan kita untuk melakukan suatu aksi dikarenakan kita yakin suatu saat di masa depan nanti kita akan mampu mencapai apa yang menjadi tujuan kita, sedangkan rasa takut membuat kita melakukan sesuatu dengan tujuan agar hal yang kita takutkan tidak terjadi. Jadi, mana yang akan membuat kita termotivasi lebih lama. Bila kalian bertanya kepadaku, maka jawabannya adalah rasa takut. Ya … bisa saja hal ini salah dan bisa sangat subjektif pula. Tapi, izinkan aku menjelaskan kenapa aku bisa menjawab seperti itu.

Aku jadi bertanya-tanya, berapa banyak orang yang melakukan diet dengan alasan ingin badan bagus dibandingkan mereka yang takut gendut. Berapa banyak orang yang bangun pagi dikarenakan ingin cepat sampai di tempat kerja dibandingkan dengan mereka yang takut keburu terjebak macet. Berapa banyak dari kita yang belajar mati-matian dengan tujuan mendapatkan nilai tinggi dibandingkan mereka yang belajar hanya dikarenakan takut mendapat nilai merah dan tak naik kelas.

Morgan Housel dalam bukunya yang berjudul The Psychology of Money di bab ke-17 menyebutkan bahwa pesimisme lebih memukau secara intelektual dan lebih banyak diperhatikan daripada optimisme yang sering dipandang tak peduli resiko itu. Cobalah beritahu seseorang bahwa ke depannya hidup ia akan lebih baik daripada sekarang dan dia mungkin akan mengabaikan kita dan menatap kita dengan penuh keraguan. Tapi, coba beritahu dia bahwa dia sedang dalam bahaya dan kita akan mendapatkan perhatian penuh darinya. Kebakaran rumah atau gedung lebih menarik masa daripada rumah dan gedung yang tengah dibangun, padahal persentase kedua hal tersebut jauh berbeda, lebih banyak yang dibangun daripada yang terbakar. Ramalan kiamat lebih banyak diperhatikan orang daripada kemajuan teknologi dan pendapat optimisme lainnya yang sering diabaikan dan tak dianggap serius.

Pernahkah kalian mendengar cerita tentang tikus yang dalam hidupnya dipenuhi ketakutan, hingga ia tidak berani keluar dari lubangnya dikarenakan takut terhadap kucing. Singkat cerita, si tikus menemui orang bijak dan memintanya untuk mengubah ia menjadi seekor kucing. Si orang bijak pun mengabulkan permintaannya. Si tikus amat senang hingga ia berlarian di sekitar halaman rumah, tetapi seekor anjing datang dan mulai mengejarnya. Keesokan paginya si tikus kembali menemui si orang bijak dengan tujuan agar dirinya dapat diubah menjadi seekor anjing. Dan setelah berubah menjadi seekor anjing, ia berjalan-jalan di sekitar hutan tetapi, ia tiba-tiba saja melihat seekor harimau yang mengaum kepadanya. Sekali lagi, ia lari terbirit-birit menuju rumah si orang bijak.

“Kali ini apa?” tanya si Orang Bijak.

“Tuan, tolong ubah aku menjadi seekor harimau supaya aku tidak takut terhadap apapun,” jawab si Tikus. 

Dengan di penuhi rasa senang, si tikus yang telah berubah menjadi harimau itu  berlarian di hutan mengejar mangsanya. Tetapi, tiba-tiba saja terdengar suara tembakan yang diikuti sebuah peluru menggores telinganya. Sekali lagi, ia hanya dapat berlari ketakutan.

Rintangan dan resiko akan selalu ada di manapun dan akan menghinggapi siapapun. Jadi, sepertinya tidak akan ada gunanya bila kita terpojok oleh rasa takut tersebut. Dan seperti orang-orang bijak bilang, jangan pernah berlebihan dalam hal apapun, begitupula dengan rasa takut, menjadikannya sebagai dorongan dan motivasi tidak berarti kita harus tunduk dan hidup dalam teror. 

Ya ... Seperti  itulah, terima kasih. 




samagusar

Bukan siapa-siapa, hanya manusia biasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar