Topik kali ini akan cukup kontroversial dan sedikit tabu. Pasalnya, di Negara kita keperawanan sangat jarang dibahas karena merupakan sesuatu yang sangat privat dan seseorang yang ditanya biasanya akan merasa tersinggung atau minimal merasa tidak betah. Begitu pula ketika ditanya tentang seberapa besar gaji atau penghasilan perbulan yang kita miliki. Kita, cenderung menghindar atau memberikan jawaban yang samar-samar.
Okay, pertama-tama aku ingin membahas semua kegelisahanku tentang uang.
Sudah hampir tiga bulan ini, aku mencari tahu apa itu uang, untuk apa ia diciptakan, dan apakah hal ini benar-benar berharga sehingga cukup untuk seseorang berbuat jahat dan melakukan hal-hal yang tidak etis.
Aku sudah membaca beberapa buku untuk menemukan jawaban dari segala kegelisahanku itu. Seperti bukunya Robert Kiyosaki, "Rich dad poor dad," "The psychology of Money" yang ditulis oleh Morgan Housel, dan buku, "Apakah bitcoin standar uang masa depan?" ditulis oleh Oscar Darmawan yang merupakan Ceo. Indodax dan Sintha Rosse Kamlet.
Tetapi, sampai saat ini aku masih bingung dan merasa ambigu tentang arti dan nilai uang yang sesungguhnya. Terutama uang kertas dan belum lagi sekarang ditambah adanya cryptoCurrency. Ah … dan aku juga menonton beberapa video tentang sejarah uang dan bahkan konspirasi yang terkandung di dalamnya. Namun, semakin aku mencari tahu, semakin banyak pertanyaan yang berputar di kepalaku ini.
Aku sudah memikirkan ini cukup lama dan bertanya-tanya seputar uang. Apa sebenarnya uang itu? Untuk apa ia diciptakan? Apakah waktu kita yang begitu singkat ini sepadan untuk ditukarkan dengannya?
Apakah bekerja selama 8 jam per hari dengan bayaran 200.000 itu cukup dan setara? Ketika ada seseorang yang bisa menghasilkan 133.000 per detik. Apakah menabung untuk masa depan dengan tujuan menyimpan kekayaan itu keputusan yang bijak. Di saat setiap tahun terjadi inflasi atau penurunan nilai mata uang?
Apakah mengejar atau mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya itu hal yang baik? Apakah sepadan dengan semua usaha dan kerja keras kita? Apakah mengorbankan waktu berharga untuk selembar kertas yang bergambar wajah para pahlawan itu keputusan yang bijak? Disaat Bank Sentral bisa mencetak uang sebanyak apapun yang hanya dilandasi kepercayaan saja.
Dan bila memang uang seberharga itu, kenapa banyak orang kaya dikatakan tidak bahagia dengan hidup mereka? Dan kenapa banyak tokoh publik yang berakhir dengan bunuh diri?
Sebenarnya apa yang membedakan kita dengan mereka, orang-orang kaya dan sukses itu. Kenapa kita bisa menerima ketika waktu panjang kita yang berharga dibayar sangat sedikit. Kenapa mereka, orang-orang kaya, membeli privat jet, membuat gym di rumah, atau menyewa helikopter hanya karena tidak ingin membuang-buang waktunya. Kenapa mereka mengatakan satu jam mereka lebih berharga daripada uang satu juta. Jadi, sebenarnya, mana yang lebih berharga, uang atau waktu?
Dan berbicara soal keperawanan, ujung-ujungnya pasti akan sampai kepada pertanyaan apakah keperawanan itu penting? Haruskah hal ini dijaga dan diberikan hanya kepada pasangan kita saja? Tentu, dalam konteks ini, keperjakaan pun termasuk ke dalamnya.
Sebenarnya aku belum mengeksplorasi lebih jauh tentang topik yang satu ini, aku hanya pernah membaca buku tentang bagaimana memahami wanita dan belum sempat membaca buku tentang reproduksi dan segala hal yang menyangkut keperawanan khususnya.
Semua yang akan aku bicarakan kali ini murni pengalaman dari mendengar obrolan orang-orang di podcast, artikel-artikel di internet, dan pembicaraan bapak-bapak pos ronda di dunia nyata.
Biasanya hal ini, akan menjadi topik yang sangat penting ketika seseorang ingin menikah, terutama untuk seorang pria. Mereka yang terlibat dalam pergaulan bebas pun mungkin akan berpikiran sama. Karena pada dasarnya, wanita itu memiliki rahim sedangkan pria tidak. Jadi, pria akan sangat teliti dalam hal ini.
Jika wanita itu tidak perawan, akan muncul pertanyaan, apakah anak yang nanti dilahirkannya benar-benar merupakan anak kandung si pria pasangannya. Jaminan apa yang dia punya untuk meyakinkan dirinya bahwa istrinya nanti tidak akan bersetubuh dengan pria lain. Dikarenakan telah merasakan dan berhubungan dengan lebih dari satu pria, mungkinkah nantinya si istri akan membandingkan ia dengan mantan-mantannya, dan ketika ia merasa tidak puas, besar kemungkinan perselingkuhan pun akan terjadi.
Tentu saja, aku tidak berniat menyerang ataupun memojokan wanita di sini. Aku tahu bahwa laki-laki lah yang lebih banyak berselingkuh, khususnya di Indonesia. Tetapi, dikarenakan pembahasan kali ini merupakan keperawanan, jadi pertanyaan-pertanyaan yang bisa dianggap menyerang tidak dapat dihindari.
Okay, pertama-tama kita mulai dulu dengan definisi keperawanan itu sendiri.
Melansir dari, Klikdokter.com, hilangnya keperawanan di tandai dengan dua hal ini :
1. Hilangnya keperawanan ditandai oleh robeknya himen perempuan, dan
2. Hilangnya keperawanan karena telah berhubungan intim untuk pertama kali.
Himen merupakan membran tipis yang ada di dekat bukaan vagina, bagian tengahnya bolong sehingga darah menstruasi dapat keluar. Sebetulnya, himen perempuan dapat robek walau tidak melakukan hubungan intim, yaitu karena kecelakaan, aktivitas seperti naik kuda, senam, bersepeda, penggunaan tampon, masturbasi. Bahkan ada juga perempuan yang tidak memiliki himen. Himen dapat robek tanpa disertai rasa sakit, ataupun disertai perdarahan.
Sebenarnya, definisi yang lebih tepat dari hilangnya keperawanan adalah telah masuknya penis ke dalam vagina (penetrasi) atau telah melakukan hubungan intim.
Bila kita memikirkan hal ini lebih jauh lagi, sebenarnya definisi keperawanan bisa sangat subjektif dan berbeda-beda.
Tidak ada hal hebat dan pandangan khusus dariku tentang keperawanan ini. Kali ini, aku hanya ingin mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya aku pikirkan sendiri belakangan ini.
Seperti, apabila wanita yang ingin kita nikahi ternyata pernah ciuman dan sudah disentuh di berbagai area sensitif, akankah kita mau menerimanya? Ketika ia tidak pernah berhubungan sex, tetapi sering melakukan blowjob, apakah kita bisa menganggapnya sebagai perawan? Atau Apabila ia hanya melakukan anal dan menjaga vaginanya tetap tidak tersentuh, bisakah kita menganggapnya sebagai perawan dan mampukah kita menerimanya?
Dan ketika ia tidak pernah disentuh oleh orang lain sekalipun, tetapi sering atau pernah menggunakan dildo yang mungkin saja ukurannya lebih besar daripada penis asli untuk melampiaskan nafsunya, bisakah kita menyebut ia sebagai seorang perawan?
Dan apabila ia tidak pernah memiliki keinginan untuk melakukan itu semua, tetapi ia malah menjadi korban dari pemerkosaan, apakah kita pantas untuk menyebutnya tidak perawan? Hal terberat dari semua itu dan membutuhkan kelapangan dada adalah, bisakah kita menerima mereka yang sebenarnya hanya korban dari orang-orang bejat.
Inilah yang aku katakan bahwa definisi keperawanan itu bisa sangat luas dan subjektif. Apalagi di Negara kita yang masih cukup konservatif, aku yakin kebanyakan orang akan menjawab tidak atas pertanyaan-pertanyaanku tadi.
Kembali lagi ke pertanyaan awal, apakah keperawanan itu penting? Aku tidak tahu, seperti kataku tadi, ini bisa sangat subjektif. Tetapi, ada satu hal yang aku yakini dan ini merupakan idealisme yang cukup konyol.
Meskipun dunia ini tidak adil, namun aku berharap dalam hal ini kita bisa bersikap adil. Keperawanan itu penting apabila yang mengatakannya masihlah perjaka. Keperawanan itu penting untuk orang-orang yang menghargainya dan orang-orang seperti itu sudah sepatutnya mendapatkan pasangan yang juga menjaga keperjakaan mereka.
Dan untuk kasus korban pemerkosaan, itu diluar itu semua. Kalian dapat memikirkannya sendiri. Ya … begitulah, semoga ada manfaatnya.
Thank's and goodbye!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar